,

Temuan Kontra Intuitif, Koperasi Lebih Produktif dan Berdaya Tahan dari pada Perusahaan Kapitalis

Riset yang dilakukan oleh Natália Pimenta Monteiro dan Geoff Stewart (2015) tentang “Scale, Scope and Survival: A Comparison of Cooperative and Capitalist Modes of Production”, menemukan beberapa hal yang kontra intuitif. Salah satunya, bahwa perusahaan koperasi lebih produktif dari pada perusahaan kapitalis. Riset itu diterbitkan pada jurnal Review of Industrial Organization, Agustus 2015 ⊕. Temunnya…

By.

min read

koperasi pekerja

Riset yang dilakukan oleh Natália Pimenta Monteiro dan Geoff Stewart (2015) tentang “Scale, Scope and Survival: A Comparison of Cooperative and Capitalist Modes of Production”, menemukan beberapa hal yang kontra intuitif. Salah satunya, bahwa perusahaan koperasi lebih produktif dari pada perusahaan kapitalis. Riset itu diterbitkan pada jurnal Review of Industrial Organization, Agustus 2015 .

Temunnya sangat menarik untuk disimak sebagai ruang retrospeksi serta merangsang wawasan baru. Tema sejenis dapat diadopsi oleh para peneliti di Indonesia untuk melakukan studi perbandingan sejenis. Kami suguhkan ringkasannya untuk Anda!

Dalam ekonomi pasar, pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah mengapa sebagian besar perusahaan dimiliki oleh investor, bukan oleh kelompok lain seperti pekerja atau konsumen. Natália Pimenta Monteiro dari Universitas Minho, Portugal, dan Geoff Stewart dari Shanghai University of Finance and Economics, Cina, menyelami pertanyaan itu dengan membandingkan koperasi dan perusahaan kapitalis (capitalist firm/ CF). Menggunakan dataset komprehensif dari Kementerian Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Portugal, penelitian ini menganalisis aktivitas, karakteristik, dan prospek kelangsungan hidup keduanya dalam rentang tahun 1995 dan 2007. Hasilnya menunjukkan perbedaan mencolok yang memberikan wawasan tentang dinamika kepemilikan perusahaan.

Landasan Analisis

Penelitian dimulai dengan mendefinisikan kedua bentuk organisasi secara teoretis. Mengacu pada kerangka Grossman dan Hart (1986), sebuah perusahaan kapitalis (CF) adalah entitas di mana hak kontrol residual atas aset non-manusia diberikan kepada pemilik modal, sebanding dengan jumlah modal yang disetor. Sebaliknya, koperasi didefinisikan sebagai perusahaan di mana hak kontrol tersebut dialokasikan kepada pihak lain yang bertransaksi dengan perusahaan—seperti pekerja, konsumen, atau pemasok input lain—dengan sistem “satu anggota, satu suara.”

Data utama berasal dari Kementerian Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Portugal, yang mencakup semua perusahaan dengan setidaknya satu pekerja, kecuali administrasi publik tertentu dan pekerjaan domestik. Koperasi diidentifikasi berdasarkan regulasi koperasi Portugal, yang menekankan manajemen demokratis dan otonomi.

Distribusi Industri

Salah satu temuan utama adalah perbedaan distribusi industri antara koperasi dan CF. Rata-rata, dari 1995 hingga 2007, terdapat 1.275 koperasi dan 172.551 CF, dengan koperasi hanya menyumbang 0,7% dari total perusahaan. Sekitar 67% koperasi beroperasi di sektor jasa, 17% di manufaktur, dan sisanya tersebar, dengan konsentrasi tinggi di pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sebagai contoh, dalam manufaktur, 71% koperasi fokus pada produksi makanan dan minuman, kontras dengan CFs yang lebih banyak (25%) di industri pakaian, tekstil, dan kulit.

Teori mendukung pola ini. “Cooperatives are attracted to industries that are characterized by low entry costs and—except in the case of agriculture, forestry and fishinghigh demand volatility”. Misalnya, industri makanan dan minuman memiliki biaya masuk rendah karena tidak memerlukan investasi teknologi canggih, sementara volatilitas permintaan tinggi di sektor jasa seperti ritel mencerminkan ketidakpastian pasar yang mendorong pembentukan koperasi untuk melindungi anggota dari monopoli atau monopsoni. Sebaliknya, CFs lebih merata di berbagai sektor, termasuk konstruksi, di mana koperasi kurang terwakili.

Untuk menguji teori lebih lanjut, penelitian ini menggunakan variabel seperti Indeks Herfindahl-Hirschman untuk konsentrasi pasar, volatilitas permintaan (dihitung dari deviasi standar pertumbuhan penjualan), dan biaya masuk (berdasarkan tingkat masuk dan keluar industri). Hasilnya menunjukkan koperasi cenderung berkembang di pasar terkonsentrasi, mendukung argumen Hansmann (2012) bahwa koperasi sering muncul sebagai respons terhadap kekuatan pasar yang tidak seimbang.

Karakteristik Internal

Terdapat perbedaan mendasar antara koperasi dan perusahaan kapitalis (CF), yang mencerminkan bagaimana struktur kepemilikan memengaruhi organisasi. Monteiro dan Stewart menyatakan, “Cooperatives tend to be older and have a larger, more highly educated workforce than do their capitalist counterparts”. Temuan ini didasarkan pada analisis dataset antara 1995 dan 2007, yang mencakup usia perusahaan, ukuran tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan produktivitas.

a. Usia Perusahaan

Usia koperasi cenderung lebih tua dibandingkan CF, yang mana hal itu menunjukkan daya tahan mereka. Misalnya, sebuah koperasi yang didirikan pada 1950-an mungkin masih beroperasi pada 2007. Sementara banyak CF di sektor yang sama, seperti perusahaan rintisan pengolahan makanan yang baru berdiri pada 1990-an, mungkin telah gulung tikar. Usia rata-rata yang lebih tinggi ini bisa dikaitkan dengan stabilitas yang diberikan oleh kepemilikan anggota, yang mengurangi tekanan jangka pendek dari investor eksternal yang sering dihadapi CF.

b. Ukuran dan Pendidikan Tenaga Kerja

Ditemukan bahwa koperasi memiliki tenaga kerja yang lebih banyak dan lebih terdidik. Data menunjukkan bahwa koperasi, rata-rata, mempekerjakan lebih banyak orang dibandingkan CF. Sebagai ilustrasi, bayangkan sebuah koperasi pekerja di industri percetakan dengan 50 karyawan, banyak di antaranya memiliki pelatihan khusus atau pendidikan tinggi dalam desain grafis, dibandingkan dengan CF percetakan kecil dengan hanya 15 pekerja, kebanyakan tanpa pendidikan formal lanjutan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi di koperasi mungkin berasal dari kebutuhan anggota untuk mengelola operasi secara kolektif, yang menuntut keterampilan lebih tinggi dibandingkan struktur hierarkis CF yang bergantung pada manajer khusus.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja koperasi juga lebih tinggi. Ini bisa dilihat dari efisiensi operasional yang lebih baik, mungkin karena anggota memiliki kepentingan langsung dalam kesuksesan perusahaan. Misalnya, di koperasi konsumen seperti bank koperasi, karyawan yang juga anggota mungkin lebih termotivasi untuk memberikan layanan berkualitas tinggi kepada sesama anggota, meningkatkan produktivitas dibandingkan karyawan CF yang hanya bekerja untuk gaji. Penelitian ini tidak memberikan angka pasti terhadap produktivitas itu, tetapi tersirat dari analisis karakteristik internal dan dikonfirmasi dalam analisis model kelangsungan hidup.

d. Variasi Kepemilikan

Data menunjukkan bahwa 34% koperasi adalah produsen (seperti, koperasi pertanian yang mengendalikan pemasaran), 18% konsumen (seperti, koperasi keuangan), dan 5% pekerja, dan sisanya tidak terdefinisi. Variasi ini memengaruhi karakteristik internal. Koperasi produsen di pertanian mungkin memiliki tenaga kerja besar untuk mengelola rantai pasok, sementara koperasi pekerja di manufaktur mungkin lebih kecil tetapi sangat terampil. CF, dengan kepemilikan modal finansial, cenderung memiliki struktur yang lebih seragam, fokus pada efisiensi modal daripada keterlibatan tenaga kerja.

Tabel Perbandingan Koperasi dengan Perusahaan Kapitalis

AspekKoperasiPerusahaan Kapitalis
Jenis Kepemilikan– Produsen (34%), konsumen (18%), pekerja (5%), sisanya tidak terdefinisi.
– Koperasi produsen dan konsumen memiliki tingkat keluar lebih rendah; koperasi pekerja tidak berbeda signifikan dari CF.
– Dimiliki oleh pemilik modal, dengan hak kontrol proporsional terhadap modal yang disetor.
– Struktur kepemilikan lebih homogen dibandingkan koperasi.
Distribusi Industri– Terkonsentrasi di jasa (67%) dan manufaktur (17%), terutama makanan/minuman (71% dari koperasi manufaktur).
– Beroperasi di industri dengan biaya masuk rendah dan volatilitas permintaan tinggi (kecuali pertanian).
– Lebih banyak di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dibandingkan CF.
– Distribusi serupa di jasa (67%) dan manufaktur (17%), tetapi lebih banyak di pakaian, tekstil, dan kulit (25% dari CF manufaktur).
– Lebih merata di berbagai industri. Kurang terwakili di pertanian, lebih banyak di konstruksi.  
Karakteristik Internal– Rata-rata lebih tua.
– Tenaga kerja lebih besar dan lebih terdidik.
– Produktivitas tenaga kerja lebih tinggi.  
– Rata-rata lebih muda.
– Tenaga kerja lebih kecil dan kurang terdidik.
– Produktivitas tenaga kerja lebih rendah dibandingkan koperasi.
Kelangsungan Hidup– Probabilitas kelangsungan hidup lebih tinggi: 97% bertahan 5 tahun, 84% bertahan 20 tahun, 63% bertahan 50 tahun.
– Tingkat bahaya (hazard rate) ~90% dari CF.
– Probabilitas kelangsungan hidup lebih rendah: 80% bertahan 5 tahun, 45% bertahan 20 tahun, 20% bertahan 50 tahun.
– Tingkat kegagalan lebih tinggi dibandingkan koperasi.
Faktor Penentu– Tertarik ke pasar dengan konsentrasi tinggi dan kekuatan monopoli/monopsoni.
– Lebih tahan terhadap volatilitas permintaan di beberapa sektor.
– Lebih mampu menyebar risiko karena sifat kapital yang dapat dibagi.
– Beroperasi lebih baik di pasar kompetitif dengan biaya masuk yang bervariasi.

Sumber: Monteiro dan Stewart (2015)

Kelangsungan Hidup

Pertanyaan lebih lanjut, “mengapa koperasi memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan CF?” Menggunakan data empiris dan model statistik Monteiro dan Stewart memberi jawaban, “Cooperatives have a markedly higher probability of survival than do capitalist enterprises due, in part, to differences in industry of operation and internal characteristics”. Katanya koperasi mempunyai kemungkinan bertahan hidup yang jauh lebih tinggi dibandingkan perusahaan kapitalis, sebagian karena perbedaan dalam operasional dan karakteristik internal. Dengan menggunakan analisis Kaplan-Meier dan model hazard complementary log, mereka memberi bukti kuat untuk klaim itu.

Analisis Kaplan-Meier menunjukkan perbedaan mencolok dalam umur panjang. “Approximately 97% of cooperatives in the sample had survived for five years or more, 84% had survived for 20 years or more, and 63% had existed for 50 years or more. For capitalist enterprises the respective figures are approximately 80, 45, and 20%”. Mereka menemukan bahwa sekitar 97% koperasi dalam sampel tersebut telah bertahan selama lima tahun atau lebih, 84% telah bertahan selama 20 tahun atau lebih, dan 63% telah berdiri selama 50 tahun atau lebih. Untuk perusahaan kapitalis, masing-masing angkanya adalah sekitar 80, 45, dan 20%. Ilustrasinya bila ada 100 koperasi dan 100 CF yang didirikan pada 1950, pada 2007, 63 koperasi masih ada, tetapi hanya 20 CF bertahan.

Model hazard mengkonfirmasi bahwa tingkat bahaya (hazard rate atau failure rate) koperasi lebih rendah, sekitar 90% dari CF. Faktor internal seperti ukuran tenaga kerja yang lebih besar, usia perusahaan yang lebih tua, dan produktivitas yang lebih tinggi mengurangi probabilitas kegagalan. Misalnya, sebuah koperasi ritel dengan 100 karyawan dan 30 tahun pengalaman mungkin lebih mampu menahan guncangan ekonomi dibandingkan CF ritel kecil yang baru berdiri. Namun, ketika faktor industri dan internal dikontrol, perbedaan menyusut, menunjukkan bahwa sektor operasi (misalnya, jasa vs. konstruksi) juga mempengaruhi.

Analisis lebih lanjut menunjukkan variasi antar jenis koperasi. Koperasi produsen dan konsumen memiliki tingkat keluar (exit rate) lebih rendah dibandingkan CF, dengan hazard rate masing-masing 66% dan 80% dari CF. Sebaliknya, “The suggestion that the probability of failure of worker cooperatives is not significantly different from that of capitalist enterprises is somewhat surprising”, bertentangan dengan studi sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Ben-Ner (1988a). Misalnya, koperasi produsen pertanian mungkin bertahan karena kontrol atas rantai pasok, sementara koperasi pekerja di manufaktur menghadapi tantangan serupa dengan CF karena ukuran kecil dan risiko tinggi.

Perbedaan kelangsungan hidup juga dipengaruhi oleh konteks industri. Koperasi di sektor volatil seperti ritel mungkin lebih tahan karena anggota berbagi risiko. Sementara CF di sektor yang sama lebih rentan terhadap fluktuasi pasar. Data menunjukkan hanya 6% kegagalan koperasi karena konversi status hukum, dibandingkan CF, menegaskan bahwa kebanyakan kegagalan dalam bentuk tutup operasi, bukan transformasi.

Faktor Penentu

Bagian ini mengeksplorasi faktor teoretis dan empiris yang menentukan pola aktivitas dan kelangsungan hidup koperasi vs perusahaan kapitalis, seperti risiko, kekuatan pasar, pembiayaan, dan tata kelola.

a. Risiko dan Penyebarannya

Teori menunjukkan bahwa CF lebih mampu menyebar risiko karena sifat kapital yang dapat dibagi. Meade (1972) berargumen bahwa “while property owners can spread their risks by putting small bits of their property into a large number of concerns, a worker cannot put small bits of effort into a large number of different jobs”. Katanya, sementara pemilik properti dapat menyebarkan risiko mereka dengan menempatkan sebagian kecil properti mereka ke sejumlah besar masalah, seorang pekerja tidak dapat menempatkan tenaga kerja mereka ke beberapa pekerjaan yang berbeda. Di mana hal itu membuat koperasi lebih cocok untuk industri risiko rendah. Misalnya, seorang investor CF dapat mendanai 10 perusahaan kecil, tetapi pekerja koperasi terikat pada satu entitas yang membuat risiko menjadi terkonsentrasi.

b. Kekuatan Pasar

Koperasi sering muncul di pasar dengan konsentrasi tinggi atau kekuatan monopoli/monopsoni. Mengutip Hansmann (2012), “argues that many producer and consumer cooperatives have been established in situations where their members would otherwise have been exposed to monopsony or monopoly power”. Bahwa banyak koperasi produsen dan konsumen telah didirikan dalam situasi di mana para anggotanya jika tidak demikian akan terkena dampak monopsoni atau kekuatan monopoli. Contohnya, koperasi petani di Portugal mungkin dibentuk untuk melawan monopsoni pembeli susu besar. Sedangkan CF berkembang di pasar kompetitif di mana tekanan pasar lebih rendah.

c. Pembiayaan dan Tata Kelola

Koperasi menghadapi tantangan pembiayaan eksternal, karena klaim anggota yang tidak jelas atas aset, membuat pemberi pinjaman enggan. Vanek (1977) menyebut ini sebagai “ample explanation of the comparative failure of these forms in history”. Selain itu, tata kelola kolektif dapat menyebabkan inefisiensi karena heterogenitas preferensi anggota, seperti dalam koperasi pemasaran pertanian yang fokus pada satu komoditas tanaman. Berbeda dengan itu, CF dengan kontrol investor, lebih mudah mengakses modal dan membuat keputusan terpusat.

d. Bukti Empiris

Data mendukung teori di atas. Koperasi tertarik pada industri dengan biaya masuk rendah (misalnya, makanan) dan volatilitas tinggi (misalnya, ritel), kecuali di pertanian yang stabil. Variabel seperti volatilitas permintaan meningkatkan risiko keluar, tetapi biaya masuk rendah menguranginya. Hal itu menjelaskan mengapa koperasi cenderung bertahan di sektor tertentu. Misalnya, koperasi ritel dengan 50 anggota mungkin lebih tahan terhadap fluktuasi penjualan dibandingkan CF ritel yang bergantung pada pinjaman bank.

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa koperasi dan CF berbeda secara signifikan dalam skala, lingkup, dan kelangsungan hidup. “We found that cooperatives exhibit a lower probability of failure than do CFs and that this could, in part, be explained by differences in industry of operation and internal characteristics,”. Mereka menemukan bahwa koperasi menunjukkan kemungkinan kegagalan yang lebih rendah dibandingkan dengan CF dan hal itu, sebagian, dapat dijelaskan oleh perbedaan dalam operasional industri dan karakteristik internal.

Koperasi tertarik pada industri dengan biaya masuk rendah dan volatilitas tinggi, memiliki tenaga kerja yang lebih tua dan terdidik, dan menunjukkan ketahanan lebih besar, terutama koperasi produsen dan konsumen. Meskipun karena keterbatasan data membatasi temuan untuk koperasi pekerja, analisis ini memperkaya pemahaman tentang bagaimana kepemilikan membentuk dinamika perusahaan dalam ekonomi pasar. Dengan analisis berbasis dataset di atas, Monteiro dan Stewart memberikan bukti empiris, bahwa koperasi bukan hanya alternatif historis, tetapi organisasi yang relevan dan tangguh di pasar modern. []


Disusun oleh Divisi Manajemen Pengetahuan ICCI. Peringkasan dibantu AI dengan akurasi 95% dan ditinjau kembali oleh tim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *